Kamis, 12 Desember 2019

UU Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009


  Dalam UU Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 hak anda sebagai penumpang adalah:
1. Penumpang berhak untuk diangkut oleh angkutan udara setelah disepakati perjanjian pengangkutan.
2. Penumpang berhak mendapatkan pelayanan yang layak
3. Penumpang berhak mendapatkan ganti kerugian yang diakibatkan oleh angkutan udara didalam pesawat atau/dan naik turun pesawat udara.
4. Penumpang berhak mendapatkan ganti kerugian karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak.
5. Penumpang berhak mendapatkan ganti kerugian atas terjadinya keterlambatan, tidak terangkutnya penumpang.
6. Ahliwaris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara berhak mengajukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Jadi, penumpang pesawat berhak mendapat ganti rugi jika mengalami keterlambatan, hilang bagasi, bahkan kecelakaan pesawat yang mengakibatkan meninggal dunia.
Saat ini telah hadir Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan

Udara, yang merupakan produk turunan dari UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dijelaskan dalam Pasal 2 bahwa pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap :
a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka,
b. hilang atau rusaknya bagasi kabin,
c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat,
d. hilang, musnah atau rusaknya kargo,
e. keterlambatan angkutan udara, dan
f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Menurut peraturan menteri ini, jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami keterlambatan penerbangan ditentukan sebesar Rp300.000 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang. Sementara apabila penumpang mengalami kehilangan bagasi diberikan ganti rugi sebesar Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp 4.000.000 (empat juta rupiah) per penumpang.
Apabila mengalami kecelakaan pesawat yang mengakibatkan penumpang meninggal dunia, maka diberikan kompensasi sebesar Rp 1.250.000.000 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang.
Namun perlu diketahui bahwa Permenhub No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan Udara saat ini masih masa sosialisasi selama 3 bulan dan mulai efektif berlakunya pada tanggal 8 November 2011. Walau masih berlaku satu bulan mendatang, bukan berarti anda kehilangan hak anda sebagai penumpang. Undang-undang telah memberikan jaminan hak-hak anda.






Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur tentang penerbangan di Indonesia.

    Pasal 1 angka 1 menyebutkan Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Semua hal-hal diatas merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam Undang-Undang no 1 tahun 2009 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang no 15 tahun 1992 yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini. Banyak yang merupakan kebijakan yang baru yang diatur didalam Undang-Undang no 1 tahun 2009 seperti: modal angkutan udara niaga (commercial airline capital), komposisi saham (share holder composition), kepemilikan pesawat udara (aircraft ownership), jaminan bank (bank guarantee), sumber daya manusia(resource persons), kerjasama antar perusahaan penerbangan (airline’s joint venture), tarif penumpang (passenger’s tariff) yang meliputi tariff penumpang kelas ekonomi (economic class passenger tariff), tarif batas atas (upper limit tariff), tarif atas bawah (referensi), tarif non ekonomi, mekanisme penetapan tarif penumpang kelas ekonomi, tarif jasa kebandarudaraan yang meliputi tarif pelayanan kebandarudaraan, mekanisme penetapan besaran tarif pelayanan jasa terkait bandar udara, penegakan hukum (law enforcement). Terkait hal baru yang diatur diatas, masalah penumpang merupakan masalah yang paling krusial saat ini, permasalahan mengenai keselamatan penumpang sampai dengan kondisi barang penumpang. Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang yang berada dibawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban suatu pihak biasanya tertuang dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan. Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar ongkosnya. Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai kompensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang.Dalam praktik kegiatan transportasi udara sering kali pengangkut tidak memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan “wanprestasi”.



 Beberapa hal yang dapat dikatakan pengangkut melakukan wanprestasi antara lain:
1.      Kecelakaan Pesawat yang menyebabkan penumpang meninggal dunia atau cacat.
2.      Penundaan penerbangan atau “delay”.
3.      Keterlambatan.
4.      Kehilangan atau kerusakan barang milik bagasi penumpang.
5.      Pelayanan yang kurang memuaskan.
6.      Informasi tentang produk jasa yang ditawarkan dan lain-lain.
Dari beberapa hal yang dikemukakan diatas masalah mengenai kehilangan atau kerusakan barang milik bagasi penumpang merupakan hal yang sering terjadi. banyak pengangkut yang mengabaikan masalah bagasi milik penumpang sehingga penumpang angkutan udara merasa tidak nyaman mengenai barang­barang bawaan mereka. Setiap Kerugian yang dialami oleh penumpang merupakan masalah hukum khususnya merupakan tanggung jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap penumpang dan pemilik barang baik sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan maupun sebagai konsumen.

PENGANGKUTAN UDARA
Bilamana kriteria tersebut diterapkan dalam UURI No.1/2009, maka kreteria BLU adalah
(a) mengutamakan keselamatan penerbangan,
(b) tidak berorientasi pada keuntungan,
(c) kegiatan tersebut tidak dibiayai dengan anggaran belanja dan pengeluaran negara (APBN) yang berarti uang rakyat,
(d) biaya yang dipungut dikembalikan kepada penerima jasa pelayanan,
(e) berdasarkan teori iure imperium, pemberi pelayanan tidak bertanggung jawab dalam arti liability
(f) kedudukan antara pemberi layanan dengan penerima layanan subordinat,
(g) berlaku hukum publik yang bersifat memaksa.

Tanggung Jawab dan Ganti Kerugian

Tanggung jawab dan ganti kerugian diatur di dalam Pasal 240 sampai dengan Pasal 242 UURI No.1/2009. Menurut Pasal-pasal tersebut diatur tanggung jawab badan usaha bandar udara dan orang perseorangan warga negara Indonesia. Menurut Pasal 240 UURI No.1/2009, badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara42 dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara.
Tanggung jawab tersebut terhadap kerugian (a) atas kematian, (b) musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara 43.
Resiko atas tanggung jawab terhadap kerugian atas kematian, musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara wajib diasuransikan44.
Setiap orang termasuk badan hukum yang tidak mengasuransikan resiko atas tanggung jawab terhadap kerugian karena kematian, musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara, dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan sertitifikat dan/atau pencabutan sertifikat45.
Di samping itu, orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan di bandar udara bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatan mereka46. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab atas kerugian serta tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan47


Dalam praktik  kegiatan transportasi  udara niaga sering kali  pengangkut tidak
memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan “wanprestasi”.

Surat Muatan Udara.

Pasal 26.
Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena barang atau bagasi hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan dengan harga barang yang sama jenis dan sifatnya di tempat tujuan, pada waktu barang atau bagasi seharusnya diserahkan, dengan dikurangi jumlah uang yang karena kehilangan itu tidak perlu dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan. (KUHD 4721.)

Pasal 27.
Pada kerusakan barang atau bagasi harus dibayarkan ganti rugi, jumlah uang yang diperoleh dengan mengurangkan harga barang yang rusak dari harga yang dimaksud dalam pasal 26, dan selisih ini dikurangi dengan jumlah uang yang kerusakannya itu tak usah dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan. (KUHD 473.)

Pasal 28.
Bila tidak ada perjanjian lain, maka pengangkut bertanggung-jawab untuk kerugian yang timbul sebagai akibat dari kelambatan dalam pengangkutan penumpang, bagasi atau barang. (KUHPerd. 1244 dst.; Lvervoer 32 dst., 36; VWarschau 19.)

 Pasal 29
(2) Pada pengangkutan bagasi dan barang, pengangkut tidak bertanggungjawab, bila ia dapat membuktikan bahwa kerugian diakibatkan oleh suatu kesalahan pada pengemudian, pada pimpinan penerbangan pesawat terbang atau navigasi dan, bahwa dalam semua hal lain pengangkut dan semua orang yang dipekerjakan olehnya berhubung dengan pengangkutan itu telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian itu atau bahwa mereka tidak mungkin untuk dapat mengambil tindakan-tindakan tersebut. (Lvervoer 31; VWarschau 202.)

Pasal 30
(2) Pada pengangkutan bagasi dan barang-barang, tanggung-jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah 25 gulden tiap kg, kecuali bila ada pemyataan khusus tentang harga barang pada waktu penyerahan dari pengirim kepada pengangkut dan dengan pembayaran tarif yang lebih tinggi. Dalam hal ini pengangkut wajib membayar sampai jumlah harga yang dinyatakan itu, kecuali bila ia dapat membuktikan bahwa harga itu melebihi harga sebenarnya bagi pengirim pada waktu penyerahan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar