Dalam UU Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 hak
anda sebagai penumpang adalah:
1. Penumpang berhak untuk diangkut oleh angkutan udara setelah
disepakati perjanjian pengangkutan.
2. Penumpang berhak mendapatkan pelayanan yang layak
3. Penumpang berhak mendapatkan ganti kerugian yang diakibatkan oleh
angkutan udara didalam pesawat atau/dan naik turun pesawat udara.
4. Penumpang berhak mendapatkan ganti kerugian karena bagasi tercatat
hilang, musnah, atau rusak.
5. Penumpang berhak mendapatkan ganti kerugian atas terjadinya
keterlambatan, tidak terangkutnya penumpang.
6. Ahliwaris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara berhak
mengajukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan
selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Jadi, penumpang pesawat berhak mendapat ganti rugi jika mengalami
keterlambatan, hilang bagasi, bahkan kecelakaan pesawat yang mengakibatkan
meninggal dunia.
Saat ini telah hadir Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77
Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan
Udara, yang merupakan produk turunan
dari UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dijelaskan dalam Pasal 2 bahwa
pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas
kerugian terhadap :
a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka,
b. hilang atau rusaknya bagasi kabin,
c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat,
d. hilang, musnah atau rusaknya kargo,
e. keterlambatan angkutan udara, dan
f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka,
b. hilang atau rusaknya bagasi kabin,
c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat,
d. hilang, musnah atau rusaknya kargo,
e. keterlambatan angkutan udara, dan
f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Menurut
peraturan menteri ini, jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami
keterlambatan penerbangan ditentukan sebesar Rp300.000 (tiga ratus ribu rupiah)
per penumpang. Sementara apabila penumpang mengalami kehilangan bagasi
diberikan ganti rugi sebesar Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan
paling banyak Rp 4.000.000 (empat juta rupiah) per penumpang.
Apabila
mengalami kecelakaan pesawat yang mengakibatkan penumpang meninggal dunia, maka
diberikan kompensasi sebesar Rp 1.250.000.000 (satu miliar dua ratus lima puluh
juta rupiah) per penumpang.
Namun
perlu diketahui bahwa Permenhub No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkutan Angkutan Udara saat ini masih masa sosialisasi selama 3 bulan dan
mulai efektif berlakunya pada tanggal 8 November 2011. Walau masih berlaku satu
bulan mendatang, bukan berarti anda kehilangan hak anda sebagai penumpang.
Undang-undang telah memberikan jaminan hak-hak anda.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur tentang
penerbangan di Indonesia.
Pasal
1 angka 1 menyebutkan Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara,
navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta
fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Semua hal-hal diatas merupakan
satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam Undang-Undang no 1
tahun 2009 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang no 15 tahun 1992 yang
sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini. Banyak yang merupakan kebijakan
yang baru yang diatur didalam Undang-Undang no 1 tahun 2009 seperti: modal
angkutan udara niaga (commercial airline capital), komposisi saham (share
holder composition), kepemilikan pesawat udara (aircraft ownership),
jaminan bank (bank guarantee), sumber daya manusia(resource
persons), kerjasama antar perusahaan penerbangan (airline’s joint
venture), tarif penumpang (passenger’s tariff) yang meliputi tariff
penumpang kelas ekonomi (economic class passenger tariff), tarif batas
atas (upper limit tariff), tarif atas bawah (referensi), tarif non
ekonomi, mekanisme penetapan tarif penumpang kelas ekonomi, tarif jasa
kebandarudaraan yang meliputi tarif pelayanan kebandarudaraan, mekanisme
penetapan besaran tarif pelayanan jasa terkait bandar udara, penegakan hukum (law
enforcement). Terkait hal baru yang diatur diatas, masalah penumpang
merupakan masalah yang paling krusial saat ini, permasalahan mengenai
keselamatan penumpang sampai dengan kondisi barang penumpang. Dalam hukum
pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau
barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan
pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian
yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar
ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang yang
berada dibawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa
terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan
kewajiban suatu pihak biasanya tertuang dalam suatu dokumen perjanjian
pengangkutan. Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu
perikatan dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi
untuk membayar ongkosnya. Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga
berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini
pengangkut atau maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang
dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai
kompensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan
mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang.Dalam
praktik kegiatan transportasi udara sering kali pengangkut tidak memenuhi
kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan “wanprestasi”.
Beberapa hal yang dapat dikatakan pengangkut
melakukan wanprestasi antara lain:
1. Kecelakaan
Pesawat yang menyebabkan penumpang meninggal dunia atau cacat.
2. Penundaan
penerbangan atau “delay”.
3. Keterlambatan.
4. Kehilangan atau
kerusakan barang milik bagasi penumpang.
5. Pelayanan yang kurang
memuaskan.
6. Informasi tentang
produk jasa yang ditawarkan dan lain-lain.
Dari beberapa hal
yang dikemukakan diatas masalah mengenai kehilangan atau kerusakan barang milik
bagasi penumpang merupakan hal yang sering terjadi. banyak pengangkut yang
mengabaikan masalah bagasi milik penumpang sehingga penumpang angkutan udara
merasa tidak nyaman mengenai barangbarang bawaan mereka. Setiap Kerugian yang
dialami oleh penumpang merupakan masalah hukum khususnya merupakan tanggung
jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap
penumpang dan pemilik barang baik sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan
maupun sebagai konsumen.
PENGANGKUTAN UDARA
Bilamana kriteria tersebut diterapkan dalam UURI No.1/2009, maka
kreteria BLU adalah
(a) mengutamakan keselamatan penerbangan,
(b) tidak berorientasi pada keuntungan,
(c) kegiatan tersebut tidak dibiayai dengan anggaran belanja dan
pengeluaran negara (APBN) yang berarti uang rakyat,
(d) biaya yang dipungut dikembalikan kepada penerima jasa pelayanan,
(e) berdasarkan teori iure imperium, pemberi pelayanan tidak bertanggung
jawab dalam arti liability
(f) kedudukan antara pemberi layanan dengan penerima layanan subordinat,
(g) berlaku hukum publik yang bersifat memaksa.
Tanggung Jawab dan Ganti Kerugian
Tanggung jawab dan ganti kerugian diatur di dalam Pasal 240 sampai
dengan Pasal 242 UURI No.1/2009. Menurut Pasal-pasal tersebut diatur tanggung
jawab badan usaha bandar udara dan orang perseorangan warga negara Indonesia.
Menurut Pasal 240 UURI No.1/2009, badan usaha bandar udara bertanggung jawab
terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara42 dan/atau
pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara.
Tanggung jawab tersebut terhadap kerugian (a) atas kematian, (b) musnah,
hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di
sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara 43.
Resiko atas tanggung jawab terhadap kerugian atas kematian, musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara wajib diasuransikan44.
Resiko atas tanggung jawab terhadap kerugian atas kematian, musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara wajib diasuransikan44.
Setiap orang termasuk badan hukum yang tidak mengasuransikan resiko atas
tanggung jawab terhadap kerugian karena kematian, musnah, hilang atau rusak
peralatan yang dioperasikan, dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandar udara
akibat pengoperasian bandar udara, dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan, pembekuan sertitifikat dan/atau pencabutan sertifikat45.
Di samping itu, orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan
usaha yang melaksanakan kegiatan di bandar udara bertanggung jawab untuk
mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas
bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatan mereka46. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tanggung jawab atas kerugian serta tata cara dan prosedur pengenaan
sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan47
Dalam praktik kegiatan transportasi udara niaga sering
kali pengangkut tidak
memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah
melakukan “wanprestasi”.
Surat Muatan Udara.
Pasal 26.
Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena barang atau bagasi
hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan dengan harga barang yang sama
jenis dan sifatnya di tempat tujuan, pada waktu barang atau bagasi seharusnya
diserahkan, dengan dikurangi jumlah uang yang karena kehilangan itu tidak perlu
dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan. (KUHD 4721.)
Pasal 27.
Pada kerusakan barang atau bagasi harus dibayarkan ganti rugi, jumlah uang
yang diperoleh dengan mengurangkan harga barang yang rusak dari harga yang
dimaksud dalam pasal 26, dan selisih ini dikurangi dengan jumlah uang yang
kerusakannya itu tak usah dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan.
(KUHD 473.)
Pasal 28.
Bila tidak ada perjanjian lain, maka pengangkut bertanggung-jawab untuk
kerugian yang timbul sebagai akibat dari kelambatan dalam pengangkutan
penumpang, bagasi atau barang. (KUHPerd. 1244 dst.; Lvervoer 32 dst., 36; VWarschau
19.)
Pasal 29
(2) Pada pengangkutan bagasi dan barang, pengangkut tidak
bertanggungjawab, bila ia dapat membuktikan bahwa kerugian diakibatkan oleh
suatu kesalahan pada pengemudian, pada pimpinan penerbangan pesawat terbang
atau navigasi dan, bahwa dalam semua hal lain pengangkut dan semua orang yang
dipekerjakan olehnya berhubung dengan pengangkutan itu telah mengambil semua
tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian itu atau bahwa mereka tidak
mungkin untuk dapat mengambil tindakan-tindakan tersebut. (Lvervoer 31;
VWarschau 202.)
Pasal 30
(2) Pada pengangkutan bagasi dan barang-barang,
tanggung-jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah 25 gulden tiap kg, kecuali
bila ada pemyataan khusus tentang harga barang pada waktu penyerahan dari pengirim
kepada pengangkut dan dengan pembayaran tarif yang lebih tinggi. Dalam hal ini
pengangkut wajib membayar sampai jumlah harga yang dinyatakan itu, kecuali bila
ia dapat membuktikan bahwa harga itu melebihi harga sebenarnya bagi pengirim
pada waktu penyerahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar