Tahapan Analisis Tutupan Lahan
Klasifikasi
Citra
Klasifikasi adalah teknik yang
digunakan untuk menghilangkan informasi rinci dari data input untuk menampilkan
pola-pola penting atau distribusi spasial untuk mempermudah interpretasi dan
analisis citra sehingga dari citra tersebut diperoleh informasi yang
bermanfaat. Untuk pemetaan tutupan lahan, hasilnya bisa diperoleh dari proses
klasifikasi multispektral citra satelit. Klasifikasi multispektral sendiri
adalah algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara
mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral.
(Sekretariat FWI Simpul Bogor, 2003)
Klasifikasi multispektral diawali
dengan menentukan nilai piksel tiap objek sebagai sampel.
Selanjutnya nilai piksel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai masukkan
dalam proses klasifikasi. Perolehan informasi tutupan lahan diperoleh
berdasarkan warna pada citra, analisis statik dan analisis grafis. Analisis
statik digunakan untuk memperhatikan nilai rata-rata, standar deviasi dan
varian dari tiap kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan sampel.
Analisis grafis digunakan untuk melihat sebaran-sebaran piksel dalam suatu
kelas.
Metode
Klasifikasi Terbimbing (Supervised)
Pada metode supervised ini,
analis terlebih dulu menetapkan beberapa training area (daerah
contoh) pada citra sebagai kelas lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan
pengetahuan analis terhadap wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan
lahan. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer
sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai-nilai
piksel sejenis akan dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Jadi dalam metode supervised ini analis
mengidentifikasi kelas informasi terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk
menentukan kelas spectral yang mewakili kelas informasi tersebut. (Indriasari,
2009)
Gambar Cara Kerja Metode Supervised
Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan
metode supervised ini diantaranya adalah minimun
distance
dan
parallelepiped.
Metode
Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised)
Cara kerja metode unsupervised ini
merupakan kebalikkan dari metode supervised, dimana
nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer kedalam
kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi (Indriasari, 2009).
Dalam metode ini, diawal proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster) yang
akan dibuat. Kemudian setelah mendapatkan hasil, analis menetapkan kelas-kelas
lahan terhadap kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer.
Dari kelas-kelas (cluster) yang dihasilkan, analis bisa
menggabungkan beberapa kelas yang dianggap memiliki informasi yang sama menjadi
satu kelas. Misal class 1, class 2 dan class 3
masing-masing adalah sawah, perkebunan dan hutan maka analis bisa
mengelompokkan kelas-kelas tersebut menjadi satu kelas, yaitu kelas vegetasi.
Jadi pada metode unsupervised tidak sepenuhnya tanpa campur tangan
manusia.
Beberapa algoritma yang bisa
digunakan untuk menyelesaikan metode unsupervised ini
diantaranya adalah K-Means dan ISODATA.
Gambar Cara Kerja Metode Unsupervised
Alat dan
Data
Dalam Kegiatan
kagiatan ini, Alat dan Data yang dibutuhkan tentang klasifikasi unsupervised dan supervised ini antara lain berupa 1 unit PC, Software ERDAS 2014 dan
data yang digunakan adalah Citra Landsat 7 +ETM tahun 2000 dan Citra Landsat 8
tahun 2014 Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
1. Pengumpulan
data
2. Pengolahan
awal (Koreksi Geometri, Koreksi Radiometri)
3. Penajaman
Gambar
4. Indeks
Vegetasi
5. Ekstraksi
tutupan/penggunaan lahan
6. Deteksi
Perubahan tutupan/penggunaan lahan
Diagram
Alir Praktikum Klasifikasi
Citra
Landsat
7 & 8 Sulsel
|
Komposit
Band
(Layer
Stacking)
|
Klasifikasi
Unsupervised
|
Klasifikasi
Supervised
|
Perhitungan
Luas
Tutupan Lahan
|
Tutupan
Lahan DKI Jakarta
|
Diagram Alir Klasifikasi Unsupervised
Input
Formula Reclass
|
Citra Landsat
7 & 8
|
Calculate Statistics Citra
|
Klasifikasi
ISOCLASS Unsupervised
|
Edit
Nama dan Warna Kelas
|
Tidak
|
Ya
|
Reclass
|
Citra Terklasifikasi Unsupervised
|
Hasil
dan Pembahasan
a.
Pengolahan
Awal (Koreksi Geometri, Koreksi Radiometrik)
Koreksi geometrik merupakan proses memposisikan citra
sehingga cocok dengan koordinat peta dunia yang sesungguhnya. Posisi geografis
citra pada saat pengambilan data dapat menimbulkan distorsi karena perubahan
posisi dan juga ketinggian sensor. Dalam akuisisi citra satelit, distorsi ini
akan bertambah seiring dengan perbedaan waktu pembuatan peta dan akuisisi citra
serta kualitas dari peta dasar yang kurang baik. Akibat dari kesalahan
geometrik ini, maka posisi piksel dari citra satelit tersebut tidak sesuai
dengan posisi yang sebenarnya. Untuk memperbaiki kesalahan geometrik yang
terjadi, Mather (2004) mengelompokkan koreksi geometrik menjadi dua kategori,
yakni : model geometri orbital dan transformasi berdasarkan titik kontrol di
lapangan (ground control point, GCP). Pada Kegiatan ini digunakan citra
yang sudah dilakukan proses Stacking seperti contoh gambar dibawah ini:
Selanjutnya, maka dapat dilakukan Penetuan model yakni polynomial seperti
dibawah ini secara berturut-turut:
Pada tahapan selanjutnya, dilakukan pengkoreksian
geometrik langsung dengan memilih data yang ingin di proses dan meng-Inquire 4
titik koordinat yang telah ditetapkan landmarknya.
Dalam praktikum ini Koreksi geometrik dilakukan dengan cara
menggunakan Citra Landsat 8 OLI 2014 terkoreksi sebagai master image,
untuk mengoreksi citra Landsat TM 2000, atau yang lebih dikenal dengan koreksi
dari citra ke citra (image to image rectification). Sistem koordinat yang
digunakan dalam koreksi geometrik adalah proyeksi UTM (Universal Tranverse
Mercator) zone 48 dengan datum WGS 84. Koreksi geometrik dilakukan dengan
menempatkan sejumlah titik-titik kontrol lapangan (Ground Control Point/GCP) yang
tersebar merata di seluruh bagian citra dan disesuaikan dengan titik-titik
kontrol lapangan yang ada pada citra terkoreksi (master image) sebagai
koordinat acuan. Dalam koreksi geometri kita menggunakan set geometrinya adalah
polynomial serta resampling metodenya adalah billinier. Kaena geometrik
set yang digunakan adalah polynomial ordo 1 maka GCP yang akan di gunakan
adalah minimal sebnayak 3 GCP dan dalam praktikum ini praktikan menggunakan 4
GCP.
Titik Penambilan GCP
ditampilkan sebagai berikut:
Pengambilan
titik ikat diusahakan posisinya tersebar dan memiliki kenampakan yang jelas
pada citra maupun pada peta serta relatif tidak berubah seperti: percabangan
atau persimpangan jalan, percabangan sungai besar, atau perumahan
kecil/bangunan yang terisolasi. Akurasi dari koreksi geometrik dilihat dari
nilai Root Mean Square (RMS)-nya,
jika nilai RMS <0,5 maka hasil koreksi geometrik dapat digunakan. Pengambilan
titik ikat minimal 4 (empat) buah, setelah itu maka muncul nilai RMS yang
ditunjukkan oleh lingkaran merah pada Gambar.
Dari hasil
koreksi geometri ini kita mendapatkan citra yang sudah terkoreksi kemudian kita
melakukan subset image artinya kita memotong citra berdasarkan AOI yang telah
ditentukan.
Gambar. Nilai RMS yang ditampilkan berdasarkan Koreksi
Koreksi Radiometrik
Koreksi Top of Atmosphere (ToA) adalah koreksi pada citra
yang dilakukan untuk menghilangakan distorsi radiometrik yang disebabkan oleh
posisi matahari. Posisi matahari terhadap bumi berubah bergantung pada waktu
perekaman dan lokasi obyek yang direkam. Koreksi ToA dilakukan dengan cara
mengubah nilai digital number ke nilai reflektansi. Pada praktikum ini praktikan
membangun sebuah model dengan suatu modeler yang dibuat dengan tujuan
mengurangi semua nilai reflektan denga nilai rflektan dari air. Karena nilai
reflektan air diasumsikan bernilai 0 maka jika dalam citra yang dianalisis
menunjukkan nilai reflektan air lebih dari 0 maka nilai itu dianggap sebagai
error yang terjadi selama perekaman citra yang terjadi di atmosfer.
Gambar. Koreksi Geometrik
b.
Penajaman
Gambar
Peningkatan
mutu citra pada praktikum kali ini dilakukan dengan teknik filtering.
Filtering pada dasarnya adalah memperbaiki tampilan citra dengan mentransformasikan nilai-nilai digital citra, seperti mempertajam batas area yang mempunyai nilai digital yang sama (enhance edge), menghaluskan citra dari noise (smooth noise) dan lainnya. Filtering merubah nilai piksel dalam dataset sesuai dengan nilai piksel disekelilingnya.
Filtering pada dasarnya adalah memperbaiki tampilan citra dengan mentransformasikan nilai-nilai digital citra, seperti mempertajam batas area yang mempunyai nilai digital yang sama (enhance edge), menghaluskan citra dari noise (smooth noise) dan lainnya. Filtering merubah nilai piksel dalam dataset sesuai dengan nilai piksel disekelilingnya.
Filtering merupakan operasi lokal dalam pengolahan citra yang dilakukan
guna memudahkan interpretasi visual. Pada praktikum ini teknik filtering dilakukan
dengan filter lolos rendah (low pass filtering) dan median filtering.
Filter lolos rendah (low pass filter) adalah filter yang digunakan
untuk memperhalus kenampakan (smoothing and averaging) dengan meratakan
noise dan menghilangkan spike pada citra. Sedangkan median filtering merupakan order-statistics
filter yang paling dikenal. Median filter mengambil area tertentu pada
citra sesuai dengan ukuran mask yang telah ditentukan (umumnya berukuran 3×3),
kemudian dilihat setiap nilai piksel pada area tersebut, dan nilai tengah pada
area diganti dengan nilai median. Cara memperoleh nilai median, yaitu nilai
keabuan dari titik-titik pada matriks diurutkan dari nilai terkecil hingga yang
terbesar, kemudian ditentukan nilai yang
berada paling tengah dari urutan.
Focus analysis
C.
Transformasi Indeks Vegetasi
Seperti yang telah
dijelaskan Indeks vegetasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kerapatan kanopi.
Dimana indeks vegetasi ini dihitung dengan dengan menggunakan kombinasi band.
Citra yang dianalisis adalah citra tahun 1999 dan citra tahun 2002. Sebelum
membangun model pertama yang dilakukan adalah memilih modeler kemudian dipilih
model marker. Dalam aplikasi
penginderaan jauh, indeks vegetasi merupakan cerminan tingkat kehijauan
vegetasi yang juga dapat digunakan sebagai parameter kondisi kekeringan. Indeks vegetasi dapat
berubah disebabkan oleh kondisi ketersediaan air akibat pergantian musim.
Kondisi indeks vegetasi rendah mengakibatkan penurunan
produksi pangan, kebakaran, dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi akibat
buruk tersebut, upaya pemantauan indeks vegetasi perlu dilakukan.
Maka dalam
praktiku kali ini, kami telah membuat model berdasarkan formula yang tersedia
untuk menghitung rasio indeks vegetasi. Dimana indeks
vegetasi ini dihitung berdasarkan kombinasi band spectral yang ada pada citra.
Maka dapat di tampilkan sebagai berikut :
Transformasi Indeks vegetasi
Indeks Vegetasi
Formula
|
Model
|
Histogram
|
View
|
NDVI
|
|||
SAVI
|
|||
SR/RVI
|
|||
VIN
NIR/RED
|
|||
TVI
√
(NIR-RED) /
(NIR + RED)
+0.5
|
|||
DVI
|
|||
EVI
|
|||
ARVI
|
|||
VI
|
c.
Ekstraksi
Tutupan/Penggunaan lahan
Klasifikasi adalah teknik yang
digunakan untuk menghilangkan informasi rinci dari data input untuk menampilkan
pola-pola penting atau distribusi spasial untuk mempermudah interpretasi dan
analisis citra sehingga dari citra tersebut diperoleh informasi yang
bermanfaat. Untuk pemetaan tutupan lahan, hasilnya bisa diperoleh dari proses
klasifikasi multispektral citra satelit. Klasifikasi multispektral sendiri
adalah algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara
mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral.
(Sekretariat FWI Simpul Bogor, 2003)
Klasifikasi bertujuan untuk mengelompokan kenampakan yang homogen.
Klasifikasi
merupakan proses pengelompokan piksel-piksel ke dalam suatu kelas atau kategori berdasarkan
kesamaan nilai spektral tiap piksel. Nilai spektral merupakan gambaran sifat dasar interaksi antara
objek dengan spektrum yang bekerja. Ada dua metode klasifikasi, yaitu : klasifikasi tidak
terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification).
merupakan proses pengelompokan piksel-piksel ke dalam suatu kelas atau kategori berdasarkan
kesamaan nilai spektral tiap piksel. Nilai spektral merupakan gambaran sifat dasar interaksi antara
objek dengan spektrum yang bekerja. Ada dua metode klasifikasi, yaitu : klasifikasi tidak
terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification).
Kedua metode ini dilakukan pada praktikum kali ini. Dalam praktikum kali ini praktikan
menggunakan klasifikasi tidak terbimbing atau unsupervised classification untuk mengektraksi tutupan lahan dari
citra kedalam bentuk peta dua dimensi.
Berikut adalah tahapan dan hasil analisis klasifikasi tidak terbimbing Unsupervised, data citra tahun 2000.
Dengan Menggunakan metode
Filter Median dan kemudian di klasifikasikan setelah itu di Recode dan dimunculkanlah
hasil sebagai berikut.
d.
Deteksi
Perubahan Tutupan/Penggunaan Lahan
Deteksi perubahan merupakan sebuah proses untuk
mengidentifikasi perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati
pada waktu yang berbeda. Perhitungan perubahan penutupan/penggunaan lahan yang
dianalisis adalah 2 titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2014. Hal yang harus
diperhatikan dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan adalah jumlah obyek
yang akan dilihat perubahannya sebisa mungkin sama kelasnya, untuk mempermudah
perhitungan matriksnya. Ada banyak cara untuk mendeteksi perubahan lahan yang
terjadi antara 2 titik tahun. Dalam laporan praktikum ini, perubahan tutupan
lahan yang terjadi antar tahun 2000 dan 2014 dinilai berdasarkan perubahan
luasan yang terjadi pada masing penutupan lahan. Dengan mengkesampingkan awan
dan bayangan awan, dari tabel di atas dapat dilihat perubahan terbesar
penggunaan lahan dari tahun 2000 ke 2014 adalah tutpan lahan tebangun, kemudian
di susul oleh lahan terbuka dan lahan pertanian. Anlisa yang dilakukan dengan
membandingkan luasan ini, tidak dapat menjelaskan secara terperinci perubahan
lahan mana yang terkonversi ke perubahan tutupan lahan lainnya, sehingga sulit
menjabarkan fenomena yang terjadai antara kedua titik tahun tersebut. Untuk
mengetahui tutupan lahan mana yang terkonversi ke tutupan lahan lain dapat
dilakukan dengan cara Overlay 2 penggunaan lahan tersebut sehingga menghasilkan
menghasilkan matriks transisi yang menyatakan besarnya luas atau jumlah piksel
suatu kelas tutupan lahan pada citra tahun pertama yang berubah menjadi kelas
tutupan lahan lain pada tahun berikutnya. Perhitungan tersebut dapat dilakukan
dengan persamaan berikut PL = (A – 1)*k + B, dimana :PL = Perubahan Pengunaan
Lahan, k = Jumlah Kelas, A = Citra Tahun i dan B = Citra Tahun j. Persamaan
tersebut dapat dibuat dalam model maker dalam software ERDAS sebagai
peramaan yang menghitung perbandingan 2 citra penutupan lahan dalam 2 titik
tahun yang berbeda. Hasil dari analisis yang telah dilakukan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Penutupan Lahan
|
2000
Luas (Ha)
|
2014
Luas
(Ha)
|
Laut
|
406383
|
392375
|
Tubuh Air
|
40232.2
|
81947.1
|
Lahan Terbangun
|
186364
|
211683
|
Lahan Pertanian
|
52058.1
|
97248.5
|
Lahan Terbuka
|
80723.9
|
123184
|
Semak Belukar
|
127408
|
42186
|
Terumbu Karang
|
3984.21
|
13446.1
|
Bayangan Awan
|
3283.47
|
|
Awan
|
1632.06
|
Kesimpulan
Dalam Pengelolaan data penginderaan jauh
tidak terlepas dari berbagai distorsi, oleh karena itu dalam praktikum ini saya
mengambil kesimpulan :
1.
Dalam pengolahan data citra memerlukan koreksi
geometrik, koreksi radiometrik dan selanjutnya ini memungkinkan bahwa data yang
diolah bisa valid atau paling tidak hampir sama dengan obyek
2.
Klasifikasi dilakukan untuk memudahkan User melihat obyek secara homogen
sehingga dalam melakukan atau mngekstraksi informasi bisa sesederhana mungkin
dilakukan
3.
Indeks Vegetasi merupakan suatu pendekatan yang
memungkinkan suatu perhitungan informasi terkait vegetasi yang ada dalam suatu
lahan sehingga dengan beberapa model, bisa digunakan dalam perhitungan
biomassa, dll.
4.
Penginderajaan Jauh sangat ditentukan oleh sejauh
mana data yang ada dan seberapa besar aspek distorsi dari sebuah data, sehingga
pengamb ilan data primer merupakan hal yang dimungkinkan dilakukan untuk sebuah
ke-Validan data.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Jaya, I. N. S.. 2002. Aplikasi
Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor .
Jaya, I. N. S.. 2002. Penginderaan
Jauh Satelit Kehutanan. Laboratorium Inventarisasi Hutan. Jurusan Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor .
Jaya, I. N. S. 2005. Analisis
Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Laboratorium Inventarisasi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan
Jauh dan Interpretasi Citra.Terjemahan dari: Remote Sensing and Image
Interpretation.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lillesand, Thomas M; Ralph W Kiefer. 1979. Penginderaan Jauh dan
Interpretasi Citra. Trans. Dulbahri, dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Lo, C. P..1995. Penginderaan
Jauh Terapan. Terjemahan : Bambang Purbowiseso. Universitas Georgia.
Suharyadi. 2001. Penginderaan
Jauh untuk Studi Kota. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada.
Wicaksono, M. D. A. 2006. Deteksi
Perubahan Penutupan Lahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Landsat di Delta
Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar