Jumat, 13 Desember 2019

Tahapan Analisis Tutupan Lahan


Tahapan Analisis Tutupan Lahan





Klasifikasi Citra

Klasifikasi adalah teknik yang digunakan untuk menghilangkan informasi rinci dari data input untuk menampilkan pola-pola penting atau distribusi spasial untuk mempermudah interpretasi dan analisis citra sehingga dari citra tersebut diperoleh informasi yang bermanfaat. Untuk pemetaan tutupan lahan, hasilnya bisa diperoleh dari proses klasifikasi multispektral citra satelit. Klasifikasi multispektral sendiri adalah algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral. (Sekretariat FWI Simpul Bogor, 2003)
Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai piksel tiap objek sebagai sampel. Selanjutnya nilai piksel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai masukkan dalam proses klasifikasi. Perolehan informasi tutupan lahan diperoleh berdasarkan warna pada citra, analisis statik dan analisis grafis. Analisis statik digunakan untuk memperhatikan nilai rata-rata, standar deviasi dan varian dari tiap kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan sampel. Analisis grafis digunakan untuk melihat sebaran-sebaran piksel dalam suatu kelas.
Metode Klasifikasi Terbimbing (Supervised)

Pada metode supervised ini, analis terlebih dulu menetapkan beberapa training area (daerah contoh) pada citra sebagai kelas lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan lahan. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai-nilai piksel sejenis akan dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi dalam metode supervised ini analis mengidentifikasi kelas informasi terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas spectral yang mewakili kelas informasi tersebut. (Indriasari, 2009)
Gambar  Cara Kerja Metode Supervised
Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode supervised ini diantaranya adalah minimun distance dan parallelepiped.

Metode Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised)

Cara kerja metode unsupervised ini merupakan kebalikkan dari metode supervised, dimana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer kedalam kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi (Indriasari, 2009). Dalam metode ini, diawal proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster) yang akan dibuat. Kemudian setelah mendapatkan hasil, analis menetapkan kelas-kelas lahan terhadap kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer. Dari kelas-kelas (cluster) yang dihasilkan, analis bisa menggabungkan beberapa kelas yang dianggap memiliki informasi yang sama menjadi satu kelas. Misal class 1, class 2 dan class 3 masing-masing adalah sawah, perkebunan dan hutan maka analis bisa mengelompokkan kelas-kelas tersebut menjadi satu kelas, yaitu kelas vegetasi. Jadi pada metode unsupervised tidak sepenuhnya tanpa campur tangan manusia.
Beberapa algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode unsupervised ini diantaranya adalah K-Means dan ISODATA.


Gambar  Cara Kerja Metode Unsupervised




Alat dan Data

Dalam Kegiatan kagiatan ini, Alat dan Data yang dibutuhkan tentang klasifikasi unsupervised dan supervised ini antara lain berupa 1 unit PC, Software ERDAS 2014 dan data yang digunakan adalah Citra Landsat 7 +ETM tahun 2000 dan Citra Landsat 8 tahun 2014 Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Metode pengolahan data yang dilakukan dalam kajian ini meliputi:
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan awal (Koreksi Geometri, Koreksi Radiometri)
3. Penajaman Gambar
4. Indeks Vegetasi
5. Ekstraksi tutupan/penggunaan lahan
6. Deteksi Perubahan tutupan/penggunaan lahan



Diagram Alir Praktikum Klasifikasi

Citra Landsat
7 & 8 Sulsel

Komposit Band
(Layer Stacking)

Klasifikasi
Unsupervised

Klasifikasi
Supervised

Perhitungan
Luas Tutupan Lahan
 
















                                                

Tutupan Lahan DKI Jakarta
 






Diagram Alir Klasifikasi Unsupervised


Input Formula Reclass

Citra Landsat
7 & 8

Calculate Statistics Citra

Klasifikasi ISOCLASS Unsupervised

Edit Nama dan Warna Kelas
 













                                                                                                                                                     

Tidak

Ya

Reclass

Citra Terklasifikasi Unsupervised
 


Hasil dan Pembahasan

a.        Pengolahan Awal (Koreksi Geometri, Koreksi Radiometrik)

Koreksi geometrik merupakan proses memposisikan citra sehingga cocok dengan koordinat peta dunia yang sesungguhnya. Posisi geografis citra pada saat pengambilan data dapat menimbulkan distorsi karena perubahan posisi dan juga ketinggian sensor. Dalam akuisisi citra satelit, distorsi ini akan bertambah seiring dengan perbedaan waktu pembuatan peta dan akuisisi citra serta kualitas dari peta dasar yang kurang baik. Akibat dari kesalahan geometrik ini, maka posisi piksel dari citra satelit tersebut tidak sesuai dengan posisi yang sebenarnya. Untuk memperbaiki kesalahan geometrik yang terjadi, Mather (2004) mengelompokkan koreksi geometrik menjadi dua kategori, yakni : model geometri orbital dan transformasi berdasarkan titik kontrol di lapangan (ground control point, GCP). Pada Kegiatan ini digunakan citra yang sudah dilakukan proses Stacking seperti contoh gambar dibawah ini:

Selanjutnya, maka dapat dilakukan Penetuan model yakni polynomial seperti dibawah ini secara berturut-turut:


Pada tahapan selanjutnya, dilakukan pengkoreksian geometrik langsung dengan memilih data yang ingin di proses dan meng-Inquire 4 titik koordinat yang telah ditetapkan landmarknya.
Dalam praktikum ini Koreksi geometrik dilakukan dengan cara menggunakan Citra Landsat 8 OLI 2014 terkoreksi sebagai master image, untuk mengoreksi citra Landsat TM 2000, atau yang lebih dikenal dengan koreksi dari citra ke citra (image to image rectification). Sistem koordinat yang digunakan dalam koreksi geometrik adalah proyeksi UTM (Universal Tranverse Mercator) zone 48 dengan datum WGS 84. Koreksi geometrik dilakukan dengan menempatkan sejumlah titik-titik kontrol lapangan (Ground Control Point/GCP) yang tersebar merata di seluruh bagian citra dan disesuaikan dengan titik-titik kontrol lapangan yang ada pada citra terkoreksi (master image) sebagai koordinat acuan. Dalam koreksi geometri kita menggunakan set geometrinya adalah polynomial serta resampling metodenya adalah billinier. Kaena geometrik set yang digunakan adalah polynomial ordo 1 maka GCP yang akan di gunakan adalah minimal sebnayak 3 GCP dan dalam praktikum ini praktikan menggunakan 4 GCP.


Titik Penambilan GCP ditampilkan sebagai berikut:

Ketiga Gambar diatas merupakan titik pengambilan #GCP untuk tahapan koreksi Geometrik

Pengambilan titik ikat diusahakan posisinya tersebar dan memiliki kenampakan yang jelas pada citra maupun pada peta serta relatif tidak berubah seperti: percabangan atau persimpangan jalan, percabangan sungai besar, atau perumahan kecil/bangunan yang terisolasi. Akurasi dari koreksi geometrik dilihat dari nilai Root Mean Square (RMS)-nya, jika nilai RMS <0,5 maka hasil koreksi geometrik dapat digunakan. Pengambilan titik ikat minimal 4 (empat) buah, setelah itu maka muncul nilai RMS yang ditunjukkan oleh lingkaran merah pada Gambar.
Dari hasil koreksi geometri ini kita mendapatkan citra yang sudah terkoreksi kemudian kita melakukan subset image artinya kita memotong citra berdasarkan AOI yang telah ditentukan.



Gambar. Nilai RMS yang ditampilkan berdasarkan Koreksi

Koreksi Radiometrik

Koreksi Top of Atmosphere (ToA) adalah koreksi pada citra yang dilakukan untuk menghilangakan distorsi radiometrik yang disebabkan oleh posisi matahari. Posisi matahari terhadap bumi berubah bergantung pada waktu perekaman dan lokasi obyek yang direkam. Koreksi ToA dilakukan dengan cara mengubah nilai digital number ke nilai reflektansi. Pada praktikum ini praktikan membangun sebuah model dengan suatu modeler yang dibuat dengan tujuan mengurangi semua nilai reflektan denga nilai rflektan dari air. Karena nilai reflektan air diasumsikan bernilai 0 maka jika dalam citra yang dianalisis menunjukkan nilai reflektan air lebih dari 0 maka nilai itu dianggap sebagai error yang terjadi selama perekaman citra yang terjadi di atmosfer.
Gambar. Koreksi Geometrik


b.        Penajaman Gambar

Peningkatan mutu citra pada praktikum kali ini dilakukan dengan teknik filtering.
Filtering pada dasarnya adalah memperbaiki tampilan citra dengan mentransformasikan nilai-nilai digital citra, seperti mempertajam batas area yang mempunyai nilai digital yang sama (enhance edge), menghaluskan citra dari noise (smooth noise) dan lainnya. Filtering merubah nilai piksel dalam dataset sesuai dengan nilai piksel disekelilingnya.
Filtering merupakan operasi lokal dalam pengolahan citra yang dilakukan guna memudahkan interpretasi visual. Pada praktikum ini teknik filtering dilakukan dengan filter lolos rendah (low pass filtering) dan median filtering. Filter lolos rendah (low pass filter) adalah filter yang digunakan untuk memperhalus kenampakan (smoothing and averaging) dengan meratakan noise dan menghilangkan spike pada citra. Sedangkan median filtering merupakan order-statistics filter yang paling dikenal. Median filter mengambil area tertentu pada citra sesuai dengan ukuran mask yang telah ditentukan (umumnya berukuran 3×3), kemudian dilihat setiap nilai piksel pada area tersebut, dan nilai tengah pada area diganti dengan nilai median. Cara memperoleh nilai median, yaitu nilai keabuan dari titik-titik pada matriks diurutkan dari nilai terkecil hingga yang terbesar, kemudian ditentukan nilai yang berada paling tengah dari urutan.


Focus analysis

C. Transformasi Indeks Vegetasi
 Seperti yang telah dijelaskan Indeks vegetasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kerapatan kanopi. Dimana indeks vegetasi ini dihitung dengan dengan menggunakan kombinasi band. Citra yang dianalisis adalah citra tahun 1999 dan citra tahun 2002. Sebelum membangun model pertama yang dilakukan adalah memilih modeler kemudian dipilih model marker. Dalam aplikasi penginderaan jauh, indeks vegetasi merupakan cerminan tingkat kehijauan vegetasi yang juga dapat digunakan sebagai parameter kondisi kekeringan. Indeks vegetasi dapat berubah disebabkan oleh kondisi ketersediaan air akibat pergantian musim. Kondisi indeks vegetasi rendah mengakibatkan penurunan produksi pangan, kebakaran, dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi akibat buruk tersebut, upaya pemantauan indeks vegetasi perlu dilakukan.
Maka dalam praktiku kali ini, kami telah membuat model berdasarkan formula yang tersedia untuk menghitung rasio indeks vegetasi. Dimana indeks vegetasi ini dihitung berdasarkan kombinasi band spectral yang ada pada citra. Maka dapat di tampilkan sebagai berikut :


Transformasi Indeks vegetasi

Indeks Vegetasi
Formula
Model
Histogram
View


NDVI



SAVI


SR/RVI




VIN
NIR/RED


TVI
(NIR-RED) / (NIR + RED) +0.5


DVI


EVI


ARVI

VI






c.         Ekstraksi Tutupan/Penggunaan lahan
Klasifikasi adalah teknik yang digunakan untuk menghilangkan informasi rinci dari data input untuk menampilkan pola-pola penting atau distribusi spasial untuk mempermudah interpretasi dan analisis citra sehingga dari citra tersebut diperoleh informasi yang bermanfaat. Untuk pemetaan tutupan lahan, hasilnya bisa diperoleh dari proses klasifikasi multispektral citra satelit. Klasifikasi multispektral sendiri adalah algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral. (Sekretariat FWI Simpul Bogor, 2003)
Klasifikasi bertujuan untuk mengelompokan kenampakan yang homogen. Klasifikasi
merupakan proses pengelompokan piksel-piksel ke dalam suatu kelas atau kategori berdasarkan
kesamaan nilai spektral tiap piksel. Nilai spektral merupakan gambaran sifat dasar interaksi antara
objek dengan spektrum yang bekerja. Ada dua metode klasifikasi, yaitu : klasifikasi tidak
terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification).
Kedua metode ini dilakukan pada praktikum kali ini. Dalam praktikum kali ini praktikan menggunakan klasifikasi tidak terbimbing atau unsupervised classification untuk mengektraksi tutupan lahan dari citra kedalam bentuk peta dua dimensi. Berikut adalah tahapan dan hasil analisis klasifikasi tidak terbimbing Unsupervised, data citra tahun 2000.
                        

Dengan Menggunakan metode Filter Median dan kemudian di klasifikasikan setelah itu di Recode dan dimunculkanlah hasil sebagai berikut.
   Data, 2000            
d.        Deteksi Perubahan Tutupan/Penggunaan Lahan

Deteksi perubahan merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda. Perhitungan perubahan penutupan/penggunaan lahan yang dianalisis adalah 2 titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2014. Hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan adalah jumlah obyek yang akan dilihat perubahannya sebisa mungkin sama kelasnya, untuk mempermudah perhitungan matriksnya. Ada banyak cara untuk mendeteksi perubahan lahan yang terjadi antara 2 titik tahun. Dalam laporan praktikum ini, perubahan tutupan lahan yang terjadi antar tahun 2000 dan 2014 dinilai berdasarkan perubahan luasan yang terjadi pada masing penutupan lahan. Dengan mengkesampingkan awan dan bayangan awan, dari tabel di atas dapat dilihat perubahan terbesar penggunaan lahan dari tahun 2000 ke 2014 adalah tutpan lahan tebangun, kemudian di susul oleh lahan terbuka dan lahan pertanian. Anlisa yang dilakukan dengan membandingkan luasan ini, tidak dapat menjelaskan secara terperinci perubahan lahan mana yang terkonversi ke perubahan tutupan lahan lainnya, sehingga sulit menjabarkan fenomena yang terjadai antara kedua titik tahun tersebut. Untuk mengetahui tutupan lahan mana yang terkonversi ke tutupan lahan lain dapat dilakukan dengan cara Overlay 2 penggunaan lahan tersebut sehingga menghasilkan menghasilkan matriks transisi yang menyatakan besarnya luas atau jumlah piksel suatu kelas tutupan lahan pada citra tahun pertama yang berubah menjadi kelas tutupan lahan lain pada tahun berikutnya. Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan persamaan berikut PL = (A – 1)*k + B, dimana :PL = Perubahan Pengunaan Lahan, k = Jumlah Kelas, A = Citra Tahun i dan B = Citra Tahun j. Persamaan tersebut dapat dibuat dalam model maker dalam software ERDAS sebagai peramaan yang menghitung perbandingan 2 citra penutupan lahan dalam 2 titik tahun yang berbeda. Hasil dari analisis yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Penutupan Lahan
2000
Luas (Ha)
2014
Luas (Ha)
Laut
406383
392375
Tubuh Air
40232.2
81947.1
Lahan Terbangun
186364
211683
Lahan Pertanian
52058.1
97248.5
Lahan Terbuka
80723.9
123184
Semak Belukar
127408
42186
Terumbu Karang
3984.21
13446.1
Bayangan Awan
3283.47

Awan
1632.06





Kesimpulan

Dalam Pengelolaan data penginderaan jauh tidak terlepas dari berbagai distorsi, oleh karena itu dalam praktikum ini saya mengambil kesimpulan :
1.      Dalam pengolahan data citra memerlukan koreksi geometrik, koreksi radiometrik dan selanjutnya ini memungkinkan bahwa data yang diolah bisa valid atau paling tidak hampir sama dengan obyek
2.      Klasifikasi dilakukan untuk memudahkan User melihat obyek secara homogen sehingga dalam melakukan atau mngekstraksi informasi bisa sesederhana mungkin dilakukan
3.      Indeks Vegetasi merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan suatu perhitungan informasi terkait vegetasi yang ada dalam suatu lahan sehingga dengan beberapa model, bisa digunakan dalam perhitungan biomassa, dll.
4.      Penginderajaan Jauh sangat ditentukan oleh sejauh mana data yang ada dan seberapa besar aspek distorsi dari sebuah data, sehingga pengamb ilan data primer merupakan hal yang dimungkinkan dilakukan untuk sebuah ke-Validan data.


5.       
DAFTAR PUSTAKA

Jaya, I. N. S.. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor .
Jaya, I. N. S.. 2002. Penginderaan Jauh Satelit Kehutanan. Laboratorium Inventarisasi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor .
Jaya, I. N. S. 2005. Analisis Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Laboratorium Inventarisasi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lillesand, Thomas M; Ralph W Kiefer. 1979. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Trans. Dulbahri, dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lo, C. P..1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan : Bambang Purbowiseso. Universitas Georgia.

Suharyadi. 2001. Penginderaan Jauh untuk Studi Kota. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Wicaksono, M. D. A. 2006. Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Landsat di Delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.